Rabu, 30 Oktober 2013

Demokrasi


Anarkis Bukan Produk Demokrasi, tetapi Kelunturan Semangat Pancasila


Pemberitaan tindakan anarkis di Indonesia selalu menghiasi layar kaca dan pemberitaan dimedia massa atau pemberitaan online. Bagaimana nasib bangsa ini jika kekerasan sudah menjadi kebiasaan dan berakar dalam kehidupan sehari-hari. Sungguh tidak bisa dibayangkan dampak yang terjadi ketika tindakan anarkis semakin bertumbuh di dalam hati bangsa Indonesia.

Apakah tindakan anarkis yang dipertontonkan oleh sebagian orang merupakan hasil dari sebuah demokrasi..?, tentu jawabannya tidak. Demokrasi tidak mengharapkan masyarakat Indonesia menjadi orang-orang brutal yang anarkis dan menganut hukum rimba. ada dasarnya Demokrasi diciptakan untuk menghormati hak-hak setiap warga dalam menyampaikan pendapatnya. Akan tetapi beberapa orang menyalahgunakan arti demokrasi ini. Demokrasi diartikan sebagai sebuah kebebasan yang tidak bertanggung-jawab, sehingga ketika suatu kondisi/kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan, maka oleh orang-orang yang tidak mengerti demokrasi akan serta merta membabi buta menentang dan melakukan tindakan anarkis untuk memperlihatkan “ketidak setujuan” terhadap ketentuan/kebijakan yang telah ditetapkan.

Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan, keadaan seperti akan semakin merongrong persatuan dan kesatuan serta kedaulatan Bangsa Indonesia. Tindakan anarkis yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengerti arti demokrasi jelas bukan hasil dari penganutan paham Demokrasi, akan tetapi karena kurangnya kesadaran Pancasila di hati para orang-orang yang melakukan tindakan anarkis tersebut. Berkurangnya kesadaran Pancasila menjadikan sebagian masyarakat Indonesia memiliki kemunduran terhadap cinta Tanah Air. Sangat jelas, tindakan anarkis yang dilakukan warga dengan merusak bangunan-bangunan publik miliki Negara jelas merupakan tindakan yang menunjukkan sudah berkurangnya rasa cinta terhadap NKRI.

Untuk menyikapi ini perlu adanya kesadaran bagi segenap bangsa Indonesia, untuk lebih mengamalkan jiwa Pancasila dalam kehidupan berbangsa, sehingga Bangsa ini tetap menjadi bangsa yang berdaulat. Sehingga tindakan-tindakan anarkis seperti yang terjadi belakangan ini tidak lagi dipertontonkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab, sehingga kesatuan dan keutuhan Negara Indonesia tetap terjaga dengan damai.

Senin, 28 Oktober 2013


Status Kewarganegaraan Anak yang Lahir dari Perkawinan Campuran Ibu WNI dan Ayah WNA

       
           Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62 Tahun 1958 :
“Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia. Keterangan tentang bertempat tinggal dan berada di Indonesia itu tidak berlaku terhadap anak-anak yang ayahnya belum memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarga-negaraan.”

            Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Anak tersebut sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara asing sehingga harus dibuatkan Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tidak murah.Padahal di indonesia banyak wanita-wanita indonesia yang melangsungkan pernikahan dengan pria berkewarganegaraan asing karena hal ini banyak wanita indonesia yang menikah dengan pria berkewarganegaraan asing lebih memilih untuk menunda memiliki anak tapi bukan hanya karena itu saja yang membuat mereka takut memiliki anak dari hasil perkawinan campuran namun juga karena dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibu untuk mengasuh anaknya, walaupun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan bagi seorang ibu WNI yang bercerai untuk memohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya yang masih di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalam praktek hal ini sulit dilakukan.
   
             Namun sekarang sudah diberlakukan Kewarganegaraan Ganda Pada Anak Hasil Perkawinan Campuran Berdasarkan UU ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga negara Indonesia.
Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda , dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya.

Sabtu, 05 Oktober 2013

Kasus-kasus yang Melibatkan Agama dan Negara



Penyalah Artian Amar Makruf Nahyi Munkar (Mendorong Kebaikan dan Mencegah Meburukan)


Salah satu tantangan kebebasan beragama di Indonesia adalah munculnya kelompok-kelompok keagamaan yang suka memakai kekerasan, bertindak seperti polisi dan main hakim sendiri, seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Meski anggotanya tak lebih dari 5 persen dari penduduk Indonesia, sikap mereka yang agresif menimbulkan ketegangan di negara ini.Berbekal doktrin amar makruf nahyi munkar (mendorong kebaikan dan mencegah keburukan), mereka merusak bar, menghentikan konser musik dan pameran seni rupa, menggagalkan penayangan film dan penerbitan buku tertentu, menyerang gereja yang dianggap bermasalah, dan menghakimi kelompok yang dianggap sesat.contoh seperti:
Pada tanggal 27 Agustus 2008, ratusan massa FPI mengancam jama’ah Ahmadiyah di masjid Al Mubarak di Jakarta Selatan agar menghentikan kegiatan-kegiatan mereka sebelum bulan Ramadan. Dan pada 10 Agustus 2009, beberapa anggota FPI menyerbu sebuah salon di Yogyakarta yang mereka curigai menjadi tempat pelacuran.

                Mereka yakin bahwa mereka sedang melaksanakan kewajiban untuk mencegah kejahatan karena al-Qur’an mengemukakan hendaknya ada “segolongan orang ... yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar” (Qur’an 3:104). Nabi Muhammad mendorong umat Islam untuk berusaha meluruskan segala kemungkaran, yang sebagian orang artikan sebagai apa saja yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti: mengonsumsi alkohol.Beberapa Muslim memahami ungkapan-ungkapan ini sebagai anjuran untuk membentuk kelompok yang mendesak umat Muslim untuk mematuhi ajaran-ajaran agama dan mencegah mereka dari melanggar ajaran-ajaran agama. Beberapa (dari mereka) bahkan bertindak lebih jauh dengan mengizinkan penggunaan kekerasan untuk mengemban misi tersebut, yang itu tentu saja menjadi persoalan di negara indonesia yang merupakan negara hukum yang masih menjunjung tinggi Hak Asasi manusia karena mereka telah melanggar hak orang yaitu hak kebebasan untuk orang lain juga dan mereka juga telah menuduhkan hal yang belum tentu dilakukan orang tersebut.