Kamis, 05 Mei 2016

MAKALAH KEPOLISIAN "Budaya Masyarakat Demokrasi" dengan footnote



KEPOLISIAN
 “Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Budaya Masyarakat Demokrasi

Dosen Pengampu :
Sulthon Mas’ud, S.Ag.M.Pd.I.

Oleh:
Erlinda Rochmatin      ( D77213065 )
Islamiah                       ( D77213072 )

6C



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2016








KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. yang telah melimpahkan nikmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul KEPOLISIAN ini dengan baik. Tak lupa kami lantunkan shalawat bermutiarakan salam kepada junjungan kami, Nabiyullah Muhammad Saw. Yang atas jasa-jasa beliau kita sekarang dapat menemukan jalan yang penuh barokah dan ridha Allah SWT. yakni addinul islam wal iman.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbasatan kami. Oleh karena itu, kami mohon maaf dan kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut berperan serta dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bermanfaat.

Surabaya, 19 Maret 2016.

Tim Penyusun






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
  2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
  3. Tujuan ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
  1. Pengertian Kepolisian ................................................................................ 2
  2. Sejarah Perkembangan Kepolisian .................................................................. 2
  3. Tugas dan Wewenang Kepolisian Serta Dasar Hukumnya .......................  7
BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan .............................................................................................. 12
  2. Saran ......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................  13



Bab I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Dalam kedudukannya yang tidak begitu mudah berhadapan dengan
masyarakat, polisi dihadapkan pada pertanggung-jawaban secara umum dan
khusus. Polisi merasakan adanya hubungan yang kurang baik dengan masyarakat
yang dilayaninya. Dipercaya oleh masyarakat merupakan hal yang sulit didapat,
karena memerlukan proses terutama adanya komunikasi dan kontak sosial, waktu
serta kemauan masing-masing anggota polisi. Komunikasi merupakan sarana
paling dasar dan penting saat kita berbicara tentang pencitraan suatu institusi
yaitu Kepolisian. Bagaimana dengan citra Polisi, terkait dengan kemampuan
komunikasi Polisi itu sendiri. Apalagi dengan adanya paradigma baru kepolisian
sekarang bahwa Polisi sekarang sudah menjadi Polisi sipil, dimana tidak ada lagi
sikap arogan. Yang hasilnya dapat kita lihat perananan kepolisian di masyarakat..
Latar belakang penelitian ini adalah adanya pembahasan tentang peran serta
tanggung jawab polisi di masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari kepolisian?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan kepolisian?
3.      Apa saja tugas dan wewenang kepolisian serta dasar hukumnya?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari kepolisian
2.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan kepolisian
3.      Untuk mengetahui tugas dan wewenang kepolisian serta dasar hukumnya






Bab II
Pembahasan
A.    Pengertian Kepolisian
Menurut Anton Tabah kepolisian berasal dari kata polisi yang mendapatkan awalan ke-an. Istilah polisi pada mulanya berasal dari bahasa yunani yakni politea yang mempunyai arti pemerintahan negara. Seperti yang telah diketahui bahwa dahulu sebelum abad masehi negara yunani terdiri dari kota-kota yang disebut “polis”. Pada masa itu pengertian polisi adalah menyangkut segala urusan pemerintahan atau dengan kata lain arti polisi adalah urusan pemerintahan. Sedangkan menurut UU no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat (1), pengertian kepolisian yaitu “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”[1].
            Bunyi Pasal 1 ayat (1) diatas, maka kepolisian berarti berkaitan dengan lembaganya, sedangkan polisi menunjukkan orang yang termasuk dalam anggota kepolisian dengan syarat-syarat tertentu. Jadi polisi adalah anggota atau pejabat kepolisian yang mempunyai wewenang umum kepolisian yang dimiliki berdasarkan undang-undang yang berstatus pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
B.     Sejarah Perkembangan Kepolisian
1.      Pada zaman Kerajaan Majapahit patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan.
2.      Pada masa kolonial Belanda,
Pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di Semarang, merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka.
Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan) , stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain. Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi. Kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-1920 adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.[2]
3.      Masa pendudukan Jepang[3]
Pada masa ini, Jepang membagi wilayah kepolisian Indonesia menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin. Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih berkuasa dari kepala polisiAwal Kemerdekaan Indonesia
4.      Periode 1945-1950[4]
Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun. Dan secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia sebagai langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang. Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada tanggal 29 September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN). Kemudian mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.
Pada masa kabinet presidential, pada tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan bahwa Polri dipimpin langsung oleh presiden/wakil presiden.
Pada tahun 1950 presiden mengeluarkan Tap Pemerintah RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana menteri dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal administrasi pembinaan, dipertanggungjawabkan pada menteri dalam negeri.
Sebelum dibentuk Negara Kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150, organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan tersebut disadari adanya kepolisian negara yang dipimpin secara sentral, baik di bidang kebijaksanaan siasat kepolisian maupun administratif, organisatoris.
5.      Periode 1950-1959[5]
Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian Negara tetap dijabat R.S. Soekanto yang bertanggung jawab kepada perdana menteri/presiden. Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena belum ada kantor digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen Dalam Negeri. Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian sampai sekarang. Ketika itu menjadi gedung perkantoran termegah setelah Istana Negara. Sampai periode ini kepolisian berstatus tersendiri antara sipil dan militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota Polri terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI) tidak ikut dalam Korpri, sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi sudah membentuk organisasi yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari tidak ikut dalam Dharma Wanita ataupun Dharma Pertiwi. Organisasi P3RI dan Bhayangkari ini memiliki ketua dan pengurus secara demokratis dan pernah ikut Pemilu 1955 yang memenangkan kursi di Konstituante dan Parlemen. Waktu itu semua gaji pegawai negeri berada di bawah gaji angkatan perang, namun P3RI memperjuangkan perbaikan gaji dan berhasil melahirkan Peraturan Gaji Polisi (PGPOL) di mana gaji Polri relatif lebih baik dibanding dengan gaji pegawai negeri lainnya (mengacu standar PBB).
Masa Orde Lama Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir. Juanda) diganti dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio. Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959 Kapolri juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara). Waktu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian. Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri setelah menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember 1959. Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional. Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No. 13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU. Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak). Kemudian Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964 kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut : Alat Negara Penegak Hukum - Koordinator Polsus - Ikut serta dalam pertahanan - Pembinaan Kamtibmas - Kekaryaan - Sebagai alat revolusi Berdasarkan Keppres No. 155/1965 tanggal 6 Juli 1965, pendidikan AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun di Magelang. Sementara pada tahun 1964 dan 1965, pengaruh PKI bertambah besar karena politik NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI mulai menyusupi memengaruhi sebagian anggota ABRI dari keempat angkatan
6.      Masa Orde Baru[6]
Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab. Jenderal Soeharto sebagai Menhankam/Pangab yang pertama. Setelah Soeharto dipilih sebagai presiden pada tahun 1968, jabatan Menhankam/Pangab berpindah kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian ternyata betapa ketatnya integrasi ini yang dampaknya sangat menyulitkan perkembangan Polri yang secara universal memang bukan angkatan perang. Pada tahun 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak lagi KKN tetapi Kapolri. Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969.
C.     Tugas dan Wewenang Kepolisian Serta Dasar Hukumnya
1.      Tugas dan Wewenang Kepolisian
Wewenang polri diperoleh secara atributif berdasarkan Pasal 30 ayat 4 Undang-undang Dasar dan peraturan perundang-undangan lain. Institusi polri diberi kepercayaan, amanah, tanggung jawab oleh negara untuk mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Tujuan pemberian kewenangan kepada polri adalah agar mampu menciptakan atau mewujudkan rasa aman, tentram, dan damai dalam masyarakat. Mengenai tugas dan wewenang aparat kepolisian, dicantumkan pada Bab III UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia[7].
Pasal 13
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a.       Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib
hukum;
b.      Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan
perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c.       Bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan
negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna
mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat
Pasal 14
          Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia :
a.    Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
b.    Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, dan
laboraturium forensik serta psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
c.    Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
d.   Memelihara keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan
hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan
perlindungan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
e.    Menyelenggarakan segala kegiatan dalam rangka membina keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
f.     Melindungi dan melayani kepentingan warga massyarakat untuk sementara,
sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
g.    Membina ketaatan diri warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan;
h.    Turut serta dalam pembinaan hukum nasional dan pembinaan kesadaran
hukum masyarakat;
i.      Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap alat-alat
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa yang memiliki kewenangan kepolisian terbatas;
j.      Melakukan pengawasan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
k.    Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi Kepolisian Internasional[8].
Pasal 15
          Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 :
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :
a.    Menerima laporan dan pengaduan;
b.   Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
c.    Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
d.   Mencari keterangan dan barang bukti;
e.    Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
f.    Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
g.   Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
h.   Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan perpecahan
atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
i.     Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan
putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
j.     Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
k.   Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu;
l.     Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukandalam
rangka pelayanan masyarakat;
m. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian yang mengikat warga masyarakat[9].
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan lainnya berwenang:
a.       Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan
kegiatan masyarakat lainnya;
b.      Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
c.       Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak,
dan senjata tajam;
d.      Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
e.       Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
f.       Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus
dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
g.      Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional;
h.      Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas
kepolisian[10].
Pasal 16
          Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:
a.       Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b.      Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyelidikan;
c.       Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d.      Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.       Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g.      Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h.      Mengadakan penghentian penyidikan;
i.        Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j.        Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam
keadaan mendesak untuk melaksanakan cegah dan tangkal terhadap orang
yang disangka melakukan tindak pidana;
k.      Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil
untuk diserahkan kepada penuntut umum;
l.      Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Pasal 17
“ Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan
wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing tempat ia diangkat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.[11]
          Jadi dalam hal ini pelaksanaan tugas dan wewenang aparat kepolisian telah dipaparkan secara rinci sesuai dengan UU No 2 Tahun 2002 tentang polri.




2.      Dasar Hukum Tugas dan Kewenangan Polisi
Adapun dasar hukum dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan polri yaitu:
a.       UUD 1945 pasal 30 ayat (1), (2), (3), dan (4).
b.      Ketetapan MPR No VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Kepolisian Republik Indonesia.
c.       UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
d.      Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Kepolisian Republik Indonesia[12].




Bab III
Penutupan
A.    Kesimpulan
1.         Pengetian Kepolisian
Kepolisian berarti berkaitan dengan lembaganya, sedangkan polisi menunjukkan orang yang termasuk dalam anggota kepolisian dengan syarat-syarat tertentu. Jadi polisi adalah anggota atau pejabat kepolisian yang mempunyai wewenang umum kepolisian yang dimiliki berdasarkan undang-undang yang berstatus pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
2.         Sejarah Perkembangan Kepolisian
a.         Pada zaman Kerajaan Majapahit patih Gajah Mada
b.        Pada masa kolonial Belanda
c.         Pada masa pendudukan Jepang
d.         Periode 1945-1950
e.         Periode 1950-1959
f.         Masa Orde Baru
3.         Tugas dan Wewenang Kepolisian Serta Dasar Hukumnya
Wewenang polri diperoleh secara atributif berdasarkan Pasal 30 ayat 4 Undang-undang Dasar dan peraturan perundang-undangan lain. Institusi polri diberi kepercayaan, amanah, tanggung jawab oleh negara untuk mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Tujuan pemberian kewenangan kepada polri adalah agar mampu menciptakan atau mewujudkan rasa aman, tentram, dan damai dalam masyarakat. Mengenai tugas dan wewenang aparat kepolisian, dicantumkan pada Bab III UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
B.     Saran
Karena keterbatasan sumber referensi yang menjadi acuan dalam penyusunan makalah ini, penulis menyarankan kepada pembaca agar mencari sumber referensi lain untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mempelajari makalah ini.



Daftar Pustaka
Kaelan. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta : Paradigma.
Tim Redaksi. 2004. Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media.
Titik Triwulan. 2009. Hukum Tata Usaha Negara Indonesia. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Marieke, Bloembergen . 2011. Polisi Zaman Hindia Belanda. Dari kepedulian dan ketakutan. PT Kompas Media Nusantara. 
http://polri.go.id diakses pada tanggal 19 Maret 2016 pukul 0  8:27


[1] Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan.( Yogyakarta : Paradigma, 2007) hlm 145-149
[2] Bloembergen, Marieke, 2011,  Polisi Zaman Hindia Belanda. Dari kepedulian dan ketakutan, PT Kompas Media Nusantara. 
[3] http://polri.go.id diakses pada tanggal 19 Maret 2016 pukul 08:27
[4] http://polri.go.id diakses pada tanggal 19 Maret 2016 pukul 08:27
[5] http://polri.go.id diakses pada tanggal 19 Maret 2016 pukul 08:27
[6] http://polri.go.id diakses pada tanggal 19 Maret 2016 pukul 08:27
[7] Tim Redaksi, Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, (Bandung: Fokus Media, 2004)hlm 76
[8] Tim Redaksi, Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, Hlm 78
[9] Tim Redaksi, Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, Hlm 80
[10] Tim Redaksi, Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, Hlm 82
[11] Tim Redaksi, Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, Hlm 86
[12] Titik Triwulan, Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2009) hlm 208   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar