PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Matematika merupakan mata pelajaran yang
sangat penting untuk diajarkan di MI karena mata pelajaran ini sangat berguna bagi kehidupan
sehari-sehari peserta didik. Di dalamnya terdapat materi berhitung yang mana
setiap peserta didik bisa bermain dengan angka-angka. Matematika di MI ini
digunakan sebagai dasar untuk mempelajari matematika lanjut dan mata pelajaran
lain. Sebelum mengajar dalam pembelajaran matematika maka seorang guru MI
matematika memerlukan pemahaman yang cukup tentang hakikat matematika.[1]
Dalam hakikat matematika ini yang perlu
dipahami adalah definisi, evaluasi, dan penerapan model yang diterapkan dalam
pembelajaran matematika. Sebagai guru MI harus mengerti definisi hakikat
matematika, bagaimana cara mengevaluasi dalam setiap pembelajaran berlangsung,
dan harus memahami bagaimana cara menerapkan model-model yang digunakan dalam
pembelajaran matematika dengan sesuai dan benar. Ini merupakan pedoman dan
pegangan yang menjadi petunjuk dalam setiap proses belajar-mengajar di MI.
Dengan demikian adanya pemahaman hakikat
matematika oleh setiap guru MI maka dalam mengajar pelajaran matematika lebih
mudah dalam memahamkan peserta didik sehingga tujuan dalam proses belajar
mengajar bisa tercapai.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
definisi tentang hakikat pembelajaran Matematika MI?
2. Bagaimana dengan teori
yang berhubungan dengan pembelajaran Matematika?
3. Bagaimana
evaluasi pembelajaran Matematika MI?
4. Bagaimana
cara menerapkan model dalam hakikat pembelajaran Matematika MI?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui definisi tentang hakikat pembelajaran Matematika MI.
2. Untuk mengetahui teori
yang berhubungan dengan pembelajaran Matematika
3. Untuk
mengetahui evaluasi pembelajaran Matematika MI.
4. Untuk
mengetahui cara menerapkan model dalam pembelajaran Matematika MI.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat
Pembelajaran Matematika MI
1. Hakikat
Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses dua arah,
mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan peserta didik atau murid. Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Sagala, 2005) pembelajaran adalah
kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat para
peserta didik belajar aktif, yang menekankan pada sumber belajar. Selanjutnya
Sagala (2005) menjelaskan bahwa pembelajaran mempunyai dua karakterisik yaitu:
(a) Dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental peserta didik secara maksimal, bukan hanya menuntut peserta didik sekedar mendengar, mencatat akan tetapi
menghendaki aktivitas siswa-siswi dalam proses berfikir, (b) Dalam pembelajaran
membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik
yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan yang mereka
konstruksi sendiri.[2]
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses belajar yang dibangun oleh pendidik untuk mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik, serta kemampuan mengkonstruksi pengetahuan
baru sebagai upaya
meningkatkan pemahaman baik terhadap materi pelajaran.[3]
2.
Hakikat Matematika
Menurut Tinggih (dalam Hudojo, 2005)
matematika tidak hanya berhubungan dengan bilang-bilangan serta
operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Selanjutnya
Hudojo (2005) mengartikan bahwa matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan
cara berpikir. Namun pada hakikatnya matematika merupakan suatu ilmu yang menggunakan cara berpikir secara dedukatif, formal dan
abstrak, yang harus diberikan kepada peserta didik MI yang
cara berpikirnya masih pada tahap operasi konkret. [4]
Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa
matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih dititikberatkan kepada
hubungan pola, bentuk, struktur, fakta, konsep, operasi, dan prinsip.
3. Hakikat
Peserta Didik MI
Peserta didik MI adalah peserta
didik yang berumur sekitar 6 tahun atau 7 tahun, sampai 12 tahun atau 13 tahun.[5] Menurut Piaget, anak pada usia dini masih berada dalam tahap berfikir normal dan
abstrak. Anak-anak dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda
konkret.[6]
Dari usia perkembangan kognitif,
peserta didik MI masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh
panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, peserta didik
membutuhkan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang memperjelas apa yang
akan disampaikan oleh pendidik sehingga pembelajaran matematika akan lebih
cepat dipahami dan dimengerti oleh peserta didik. Proses pembelajaran pada fase
konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, dan selanjutnya abstrak. [7]
Dalam matematika, setiap konsep yang
abstrak yang baru dipahami peserta didik perlu segera diberi penguatan, agar
mengendap dan bertahan lama dalam memori peserta didik, sehingga akan melekat
dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk keperluan inilah, maka diperlukan
adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar
hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan peserta
didik.[8]
4. Hakikat
Pembelajaran Matematika Anak MI
Hakikat pembelajaran matematika anak MI
adalah usaha yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik MI untuk membangun pemahaman terhadap matematika. Proses pembangunan
pemahaman inilah yang lebih penting daripada hasil belajar sebab pemahaman akan
lebih bermakna kepada materi yang dipelajari. [9]
B.
Teori
yang Berhubungan dengan Pembelajaran Matematika
Teori-teori yang akan dibahas kali ini adalah teori
yang berfokus pada filsafat pendidikan yang berkembang pada saat ini, yaitu konstruktivisme.
Konstruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
kita adalah kontruksi (bentukan) diri kita sendiri. Dalam revolusinya, konstruksivisme sebenarnya
menggabungkan ide dari dua tokoh, yaitu Piaget dan Vygotsky. Keduanya
menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang
telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya
memahami informasi-informasi baru.[10]
Salah satu tokoh penting lainnya dalam paradigma konstruktivisme adalah
Jerome Bruner. Menurutnya, belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung
hampir bersamaan, yakni:[11]
1)
Memperoleh
informasi baru
2)
Transformasi
informasi
3)
Menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan
Dalam hubungannya dengan matematika,
Bruner merumuskan empat teorema belajar matematika, yakni:[12]
1)
Teorema
konstrukvis
2)
Teorema
notasi
3)
Teorema
pengkontrasan dan variasi
4)
Teorema
konektivitas
Untuk lebih jelasnya
teori-teori yang lainnya, berikut ini disajikan ringkasan beberapa kelebihan
dan kelemahan teori belajar yang dikaitkan dengan pembelajaran matematika.
Kelemahan,
Kelebihan, dan Pemanfaatan dalam Pembelajaran Matematika[13]
No
|
Teori
|
Kelemahan
|
Kelebihan
|
Pemanfaatan dalam Pembelajaran
|
1
|
Skinner
|
Penguatan yang tidak tepat baik waktu dan
sasarannya akan berakibat negatif pada mental siswa dan respon terhadap
pelajaran.
|
·
Penguatan
positif dapat meningkatkan respon siswa
·
Penguatan
negatif dapat membuat siswa terpacu untuk memperbaiki diri
|
Diberikan penguatan positif berupa reward pada
anak yang bisa mengerjakan soal matematika dengan benar.
|
2
|
Piaget
|
Kurang efektif untuk perhitungan dalam jumlah yang
bayak dan akan mengalami kesulitan untuk mengkonkritkan benda-benda yang
mungkin tidak terdapat disekitar kita
|
·
Anak
berfikir logik karena didasarkan pada manipulasi fisik obyek-obyek konkret
·
Anak
dapat lebih cepat memahami konsep matematika dengan bantuan manipulasi
benda-benda konkret
|
Guru membawa beberapa peraga yang dapat
mengkonkritkan bahan ajar
|
3
|
Bruner
|
Intuisi anak yang berbeda menimbulkan pemahaman
terhadap konsep yang berbeda pula
|
·
Materi
lebih mudah dipahami secara komprehensif
·
Siswa
terlibat aktif mentalnya yang diperlihatkan dengan keaktifan fisiknya
·
Dalil-dalil
pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan mental siswa
|
Anak disuruh menjelaskan konsep dengan
menggabungkan beberapa dalil sesuai dengan perkembangan mentalnya
|
4
|
Gagne
|
·
Apabila
anak tidak paham/belum paham pada pengetahuan prasyarat maka anak akan
kesulitan untuk mempelajari pengetahuan berikutnya.
·
Jika
siswa melakukan kesalahan itu dipraktekkannya berulang-ulang hal itu akan
menjadi kebiasaan baginya dan sukar diperbaiki
|
Pengetahuan diurutkan menjadi bagian-bagian kecil
untuk memudahkan siswa mengkaitkan pengetahuan baru dengan yag lama
|
·
Setiap
memulai pelajaran matematika guru mengecek kesiapan siswa mempelajari bahan
baru dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan
prasyarat yang harus dimiliki siswa
·
Jika
terjadi kesalahan guru harus membetulkannya agar tidak menjadi kebiasaan
|
5
|
Thorndike
|
·
Jika
tindakan anak tersebut mengakibatkan kekecewaan maka matematika akan menjadi
pelajaran yang dihindari
·
Jika
penjelasan guru salah maka siswa akan mengulangi kesalahan itu dilain waktu
|
·
Law
of exercise membuat anak semakin paham akan matematika dimana matematika
membutuhkan banyak latihan untuk memahami konsep dan materi makin sering
berlatih maka makin baik respon siswa terhadap pelajaran matematika
·
Jika
tindakan seorang anak mengakibatkan kepuasan dalam dirinya maka tindakan
tersebut cenderung diulangi
·
Banyaknya
pengulangan akan menentukan lamanya konsep matematika tertanam dalam ingatan
anak didik
|
·
Anak
diberi latihan soal berulang-ulang sampai mengerti konsep dan tertanam dalam
ingatan
·
Diberikan
ganjaran apabila siswa berhasil memahami konsep yang diajarkan agar semakin
menyenangi pelajaran matematika
|
C.
Evaluasi Pembelajaran Matematika MI
Penilaian merupakan bagian integral dari kegiatan belajar
mengajar yang efektif. Penilaian memungkinkan kemajuan siswa dikenali serta
diumumkan. Selain itu, penilaian menginformasikan langkah-langkah dan prioritas
selanjutnya dari guru dan pelajar. Penilaian tidak terpisahkan dari kurikulum,
yang menyediakan konten dan konteks penilaian.
Secara umum menurut Sudjiono (2001) bentuk atau teknik evaluasi yang
dipergunakan dalam dunia pendidikan meliputi teknik tes dan non tes.[14]
1. Teknik Tes
Teknik tes adalah cara yang dipergunakan atau prosedur
yang ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang
berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas sehingga dapat diketahui atau
dinilai tingkah laku dari subyek yang dinilai.
Berikut merupakan jenis-jenis teknik tes berdasarkan
fungsinya :
a.
Tes seleksi, yaitu tes yang
berfungsi untuk memilih atau menyeleksi tes yang berhak mengikuti suatu program
b.
Tes awal, yaitu tes yang bertujuan
untuk mengetahui sejauhmana penguasaanpeserta didik terhadap materi yang akan
diajrkan
c.
Tes akhir, yaitu tes yang
dilaksanakan untuk mengetahui apakah semua materi yang telah dijarkan dapat
dikuasai dengan baik oleh peserta didik.
d.
Tes diagnostik, yaitu tes yang
bertujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat kesukaran yang dihadapi oleh
peserta didik
e.
Tes formatif, yaitu tes hasil
belajar yang bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh mana peserta didik telah
terbentuk setelah mereka mana mereka mengikuti pembelajaran.
f.
Tes sumatif, yaitu tes hasil belajar
yang dilaksankan setelah bebrapa program pembelajaran dilaksanakan.
Berdasarkan aspek psikis yang diungkap, teknik tes dibagi
menjadi :
a. Tes intelegensi (intellegency test), yaitu tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
b. Tes kemampuan (aptitude test), yaitu tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus
yang dimiliki peserta didik.
c. Tes sikap (attitude test), yaitu salah satu jenis
tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan
seseorang untuk melakukan sesuatu tertentu.
d. Tes kepribadian (personality test) yaitu tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang
banyak sedikitnya bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian dan
lain sebagainya.
e. Tes hasil belajar (achievement test), yaitu tes yang biasa
digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar peserta
didik.
Berdasarkan respon yang diinginkan, teknik tes dibagi
menjadi :
a. Verbal test, yaitu tes uang
menghendaki respon (jawaban) Yng tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau
kalimat, baik secara lisan maupun tertulis.
b. Nonverbal test, yaitu tes yang
menghendaki respon atau tingkah laku dari peserta didik.
2. Teknik Non Tes
Teknik non tes adalah suatu bentuk evaluasi yang
dilaksanakan tanpa menguji peserta didik melainkan dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara sistematis, melakukan wawancara, menyebarkan angket dan
memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen.
D.
Penerapan Model Pembelajaran Matematika MI
1. Penerapan
model pembelajaran langsung
Model pembelajaran langsung merupakan model
pembelajaran yang berpusat pada pendidik. Model ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidik
dalam mengajarkan hal-hal yang bersifat informatif.[15] Model pembelajaran langsung memiliki
keunggulan untuk mengajarkan pengetahuan bersifat deklaratif dan prosedural. Adapun model pembelajaran langsung ini
terdapat 5 langkah yaitu :
a. Fase I, Persiapan
Pendidik berperan dalam menyampaikan materi,
memotivasi peserta didik
dan mempersiapkan peserta didik untuk menerima materi.
b. Fase II, Demonstrasi
Pendidik berperan dalam mendemonstrasikan informasi
tahap demi tahap dalam proses belajar mengajar.
c. Fase
III, Pelatihan Terbimbing
Pendidik berperan memberikan bimbingan untuk
menyelesaikan latihan
d. Fase IV, Umpan Balik
Pendidik berperan mengecek kemampuan peserta didik dan
memberi umpan balik atas materi Matematika yang telah
disampaikan.
e. Fase V Pelatihan Lanjut
Pendidik berperan dalam mempersiapkan latihan peserta didik dengan
menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari.
2. Penerapan
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis
dan keterampilan untuk menyelesaikan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.[16] Dalam Problem based learning peserta didik bekerja sama untuk mempelajari suatu masalah
sambil berusaha memperoleh solusi yang tepat. Problem based learning merupakan
strategi pembelajaran yang mengatur pembelajaran matematika dengan aktivitas
penyelesaian masalah dan memberi kesempatan bagi peserta didik untuk berpikir lebih kritis, menyampaikan ide kreatif
dan mengkomunikasikannya secara sistematis.
Maka dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem
based learning) merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
belajar untuk melatih peserta didik menyelesaikan suatu masalah dan memperoleh
pengetahuan baru. Adapun tahapan-tahapan dari model pembelajaran berbasis masalah adalah
sebagai berikut:
b. Mengorganisasi
peserta didik untuk belajar.
c. Membimbing
penyelidikan individual dan kelompok.
d. Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya.
e. Menganalisis
dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah.
3. Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menurut Kelough
(dalam Kasbollah, 2007) mendefinisikan sebagai suatu strategi pembelajaran yang
secara berkelompok siswa-siswi belajar bersama dan saling membantu dalam
membuat tugas dengan penekanan pada saling support diantara anggota. Menurut
teori motivasi tujuan kooperatif menciptakan suatu situasi di dalamnya
keberhasilan mereka tercapai bila siswa-siswi lain juga mencapai tujuan
tersebut. Adapun karakteristiknya dari pembelajaran kooperatif adalah:
a. Peserta didik belajar dalam kelompok, produktif mendengar,
mengemukakan pendapat dan membuat keputusan secara bersama.
b. Kelompok
terdiri dari peserta didik
yang berkemampuan tingggi, sedang dan rendah.
c. Diupayakan dalam setiap kelompok memiliki ras, budaya dan
jenis kelamin yang berbeda.
Ada lima prinsip dalam penerapan model pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Positive interdependence, yaitu saling
tergantung secara positif. Artinya, anggota kelompok menyadari bahwa mereka
perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan.
b. Face to face interaction, yaitu semua anggota
berinteraksi dengan saling berhadapan.
c. Individual accountability, yaitu setiap anggota harus belajar dan menyumbang demi
pekerjaan dan keberhasilan kelompok.
d. Use of collaboration, yaitu keterampilan bekerjasama dan bersosialisasi
diperlukan, untuk ini diperlukan bimbingan dari pendidik agar peserta didik
dapat berkolaborasi.
e. Group processing, yaitu peserta didik perlu menilai bagaimana mereka dapat
bekerja sama secara efektif.
Sedangkan pembelajaran kooperatif dalam penerapannya mempunyai langkah-langkahnya sebagai berikut : [19]
a. Fase I,
yaitu menyajikan tujuan dan memotivasi peserta didik.
b. Fase
II, yaitu menyajikan informasi. Pendidik berperan menyajikan informasi kepada peserta
didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
c. Fase
III, yaitu membimbing kelompok bekerja dan belajar. Pendidik berperan
menjelaskan kepada peserta didik bagaiana cara membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok melakukan transisi secara efisien.
d. Fase
IV, yaitu mengorganisasi peserta didik ke dalam kelompok belajar. Pendidik berperan membimbing kelompok-kelompok belajar pada
saat mereka mengerjakan tugas.
e. Fase V,
yaitu mengevaluasi. Guru berperan mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
f. Fase
VI, yaitu memberikan penghargaan. Pendidik berperan mencari cara untuk menghargai upaya
atau hasil belajar individu maupun kelompok.
4. Penerapan
Model Pembelajaran Induktif
Model pembelajaran induktif merupakan
pembelajaran yang menghendaki penarikan kesimpulan-kesimpulan yang didasarkan atas fakta-fakta yang konkret
sebanyak mungkin. Langkah-langkah dalam model pembelajaran induktif yaitu
sebagai berikut:
Guru memilih konsep, prinsip, aturan yang
akan disajikan dengan pendekatan induktif
b. Pemberian
contoh
Pendidik menyajikan contoh khusus yang mendukung prinsip atau
aturan.
c. Pemberian
contoh lain
Pendidik menyajikan bukti berupa contoh tambahan
untuk menunjang atau memperkuat prinsip.
d. Menyimpulkan
Pendidik memberikan penegasan pada contoh tersebut
dan kemudian disimpulkan.
5. Penerapan
Model Pembelajaran Terbimbing
Model
pembelajaran terbimbing merupakan salah satu jenis model pembelajaran
yang menempatkan pendidik sebagai fasilitator yang membantu dan memfasilitasi peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Dengan
adanya model pembelajaran terbimbing ini dapat menjadikan peserta didik berpartisipasi lebih aktif dalam
pembelajaran, menumbuhkan dan menanamkan sikap inquiry,[21] mendukung kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi positif baik antara para peserta didik maupun antara pendidik dengan peserta didik dan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan
yang lebih baik karena terlibat secara langsung dalam pembelajaran.
Langkah-langkah dalam model pembelajaran terbimbing
adalah sebagai
berikut:
a. Merumuskan
masalah yang akan diberikan kepada peserta didik dengan data awal yang
secukupnya.
b. Peserta
didik menyusun, memproses, mengorganisasi dan menganalisis data.
c. Peserta
didik menyusun konjektur (perkiraan) dari analisis data yang dilakukannya.
d. Guru
memeriksa konjektur yang telah dirumuskan peserta didik.
e. Jika
telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka akan
dikembalikan kepada peserta didik untuk merumuskannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Hakikat pembelajaran Matematika MI
adalah usaha yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik MI untuk
membangun pemahaman terhadap Matematika.
2.
Adapun teknik tes yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran matematika diantaranya tes seleksi,
tes awal, tes akhir, tes diagnosis, tes formatif, tes sumatif, ataupun teknik
non tes.
3.
Penerapan model pembelajaran
langsung dapat dilalui melalui lima tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
demonstrasi, tahap pelaihan terbimbing, tahap umpan balik, dan tahap pelatihan
lanjut.
4.
Penerapan model pembelajaran
berbasis masalah dapat dilalui melalui lima tahap, yaitu orientasi peserta
didik terhadap masalah, mengorganisasi peserta didik untuk belajar, membimbing
penyelidikan individual dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
dan menganalisis dam mengevaluasi proses penyelesaian masalah.
5.
Penerapan model pembelajaran
kooperatif dapat dilalui melalui enam tahap, yaitu pendidik menyampaikan tujuan
dan memberikan motivasi, pendidik menyajikan informasi, pendidik membimbing
kelompok, pendidik mengorganisasi peserta didik ke dalam kelompok besar,
pendidik melakukan evaluasi, dan pendidik memberikan penghargaan.
6.
Penerapan model pembelajaran
induktif dapat dilakukan dengan melewati empat tahap, yaitu tahap pemilihan
prinsip, tahap pemberian contoh, tahap pemberian contoh lain, dan tahap
menyimpulkan.
7.
Penerapan model pembelajaran
terbimbing dapat dilalui melalui enam tahap, yaitu pendidik merumuskan masalah
yang akan diberikan kepada peserta didik, peserta didik menyusun, memproses, mengorganisasi
dan menganalisis data, peserta didik menyusun konektur (perkiraan) dari
analisis data, pendidik memeriksa konjektur, jika konjektur sudah pasti,
konjektur dikembalikan kepada peserta didik lagi untuk dirumuskan, dan tahap
yang terakhir adalah pendidik menyediakan soal untuk memeriksa kebenaran
konjektur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar